Banyak penderita kanker hati tidak mau menjalani operasi penyayatan hati sebagai media dari penyembuhan penyakit yang mereka derita. Mereka lebih memilih proses transplantasi, yaitu pengangkatan seluruh hati yang terkena kanker kemudian mencangkokkan hati dari pendonor. Mereka beranggapan operasi penyayatan hati hanya akan memunculkan kembali kanker di tempat lain atau di hati yang sama pada beberapa tahun kemudian. Hal tersebut diperkuat atas pernyataan para ahli, ketika seseorang pernah menderita kanker hati, maka hati itu cenderung menderita tumor-tumor lain pada waktu yang bersamaan atau setelah beberapa tahun ke depan.
Namun, hasil lain dari perawatan-perawatan medis seperti kemoembolisasi, kemoterapi, ablasi, dan proton beam therapy, juga sering mengecewakan. Apalagi jarang terdapat perbandingan dari setiap jenis perawatan tersebut. Tak heran jika penderita kanker hati hanya dihadapkan pada berbagai pilihan perawatan tanpa pernah bisa memperoleh kepuasan atas hasilnya.
Berikut ini adalah metode perawatan kanker hati yang bisa dijadikan pilihan oleh penderita :
1. Kemoterapi Sistematis
Kemoterapi sistematis yang paling umum digunakan adalah doxorubicin (Adriamycin) dan 5-fluorouracil (5FU). Obat-obatan ini digunakan secara bersamaan atau kombinasi. Sayangnya, obat-obatan ini sangat beracun, sedangkan hasilnya sering mengecewakan.
Selain itu, ada pula obat yang dinamakan tamoxifen (Nolvadex). Namun, sejauh ini belum menunjukkan manfaat yang signifikan. Obat lainnya adalah octreotide (sandostatin) yang diberikan sebagai suntikan untuk memperlambat perkembangan tumor-tumor kanker hati yang besar. Namun lagi-lagi keampuhannya belum terbukti.
2. Kemoterapi Infusi Arteri Hepatik
Hati yang normal mendapat 70 persen suplai darah dari vena portal dan 30 persen dari arteri hepatic. Kanker hati mendapat suplai darah secara eksklusif dari arteri hepatic. Oleh karena itu,muncul metode kemoterapi melalui arteri hepatic langsung pada tumor. Teorinya, obat-obatan dapat diantar ke tumor-tumor tanpa membuat penderita keracunan obat.
Namun, dalam kenyataannya obat-obatan kemoterapi bisa mengalir ke seluruh tubuh. Akibatnya, kemoterapi intra-arteri justru dapat menyebabkan efek samping yang sistematis. Metode perawatan ini juga bisa menimbulkan efek samping regional, misalnya peradangan kantung empedu, borok pada usus dan lambung, dan peradangan pancreas. Bahkan, penderita kanker hati dalam stadium lanjut bisa menderita gagal hati setelah melakukan perawatan ini.
Seorang ahli radiologi biasanya melakukan prosedur melalui arteri hepatic. Dia akan bekerja sama dengan ahli kanker yang menentukan jumlah kemoterapi yang diterima penderita pada setiap sesi perawatan. Beberapa penderita mungkin menjalani sesi-sesi yang berulang pada interval 6-12 minggu.
Prosedur ini dilakukan dengan bantuan pencitraan sinar X. Sebuah kateter dimasukkan ke dalam arteri femoral pada selangkangan dan disusupkan ke dalam aorta (arteri utama tubuh). Dari aorta, kateter didorong masuk ke dalam arteri hepatic. Setelah cabang-cabang dari arteri hepatic yang memberi makan pada kanker hati diindentifikasi, maka obat-obatan kemoterapi pun diinfuskan. Seluruh prosedur ini memakan waktu 1-2jam, kemudian kateter dikeluarkan.
Umumnya, tes-tes hati meningkat atau memburuk selama 2-3hari setelah prosedur kemoterapi melalui arteri hepatic dilakukan. Peningkatan tes-tes hati ini sebenarnya disebabkan oleh kematian sel-sel tumor dan beberapa sel bukan tumor. Setelah kemoterapi melalui arteri hepatic dilakukan, penderita juga bisa mengalami sakit perut dan demam ringan. Ini menandakan bahwa suatu komplikasi yang lebih serius telah berkembang.
3. Proton Beam Therapy
Proton Beam Therapy adalah teknik terapi yang mampu menyampaikan dosis-dosis radiasi tinggi pada suatu area local yang ditentukan. Terapi ini juga digunakan dalam perawatan tumor-tumor ganas lainnya. Sayangnya, belum ada bukti tentang kemanjuran metode perawatan ini untuk kanker hati.
4. Operasi
Tindakan operasi dilakukan pada penderita yang memiliki tumor kurang dari lima cm dan terbatas pada hati. Syarat lainnya untuk tindakan operasi adalah tidak ada invasi dari pembuluh-pembuluh darah terhadap hati.
5. Penyayatan Hati
Penyayatan hati (liver resection) bertujuan mengangkat semua tumor dan jaringan hati disekelilingnya tanpa meninggalkan segala tumor di belakangnya. Tindakan ini hanya bisa dilakukan terhadap penderita yang memiliki tumor-tumor kecil ukuran tiga cm atau kurang, fungsi hati yang sempurna, dan tanpa sirosis. Namun, karena syarat-syarat itu pula maka tidak banyak penderita kanker hati yang dapat menjalani penyayatan hati.
Kekhawatiran terbesar dari penyayatan adalah bahwa setelah operasi, penderita dapat mengalami gagal hati. Gagal hati juga bisa terjadi jika bagian yang tertinggal dari hati itu tidak memadai untuk menyediakan dukungan yang perlu untuk hidup.
6. Transplantasi Hati
Pencangkokan hati bisa menjadi salah satu metode perawatan bagi penderita kanker hati stadium akhir dari berbagai tipe, misalnya hepatitis B dan C kronis ataupun sirosis alkoholik. Angka-angka kelangsungan hidup untuk penderita tanpa kanker hati adalah 90 persen dalam satu tahun, 80 persen dalam tiga tahun, dan 75 persen dalam lima tahun.
Transplantasi hati adalah pilihan terbaik untuk penderita yang mempunyai tumor-tumor dengan ukuran kurang dari lima cm yang juga mempunyai tanda-tanda kegagalan hati. Faktanya, transplantasi hati pada penderita yang memiliki tumor-tumor berukuran kurang dari tiga cm, namun tidak memiliki keterlibatan dengan pembuluh-pembuluh darah bisa berjalan dengan baik.
Setelah pencangkokan penderita ini mempunyai resiko kekambuhan kanker hati kurang dari 10 persen. Disisi lain, penderita yang mempunyai tumor-tumor berukuran lebih dari lima cm atau dengan keterlibatan pembuluh-pembuluh darah beresiko sangat tinggi untuk mengalami kekambuhan kanker hati.
Ringkasnya, penyayatan hati dapat dilakukan untuk penderita yang memiliki tumor-tumor kecil dan fungsi hati yang normal atau tidak ada bukti sirosis. Sedangkan, penderita kaker hati yang mepunyai tumor-tumor yangbanyak atau besar juga bisa menjalani transplantasi hati, namun harus diredakan atau diringankan dengan kemoterapi intra-arterial. Syaratnya penderita tidak mempunyai tanda-tanda gagal hati yang berat.
7. Biopsy Hati atau Penyedotan
Jaringan kanker hati dapat diambil sampelnya dengan menggunakan jarum yang sangat tipis. Teknik ini disebut penyedotan jarum halus. Sedangkan, ketika jarum yang lebih besar digunakan untuk mendapatkan suatu inti jaringan, maka tekniknya disebut biopsy.
Para ahli radiologi biasanya menggunakan CT Scan untuk mengarahkan penempatan jarum ataupun melakukan biopsy dan penyedotan jarum halus. Resiko yang paling umum dari biopsy adalah perdarahan, terutama karena kanker hati adalah tumor yang mengandung pembuluh-pembuluh darah.
Prosedur penyedotan bersifat lebih aman dibandingkan biopsy karena memiliki resiko perdarahan yang lebih kecil. Namun, tetap saja penyedotan jarum halus memerlukan seorang ahli patologi dengan keterampilan yang tinggi.
Jika seorang penderita mempunyai faktor resiko kanker hati, misalnya sirosis, hepatitis B kronis, atau Hepatisis C kronis, dan tingkat darah AFP yang naik secara signifikan, maka dokter biasanya menyimpulkan tanpa melakukan biopsy bahwa orang tersebut mempunyai kanker hati.